“Lantas atas Dasar Apa Kita Bersedih?”

SELAMA hidup di dunia, mengalami kesedihan adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang pastilah pernah merasa sedih. Akan tetapi bangkit dari kesedihan adalah suatu pilihan. Sebagai manusia beriman ini mesti jadi sebuah keharusan. Sebagai seorang Muslim kita mestilah meyakini bahwa setiap musibah pasti memiliki hikmah.

Diriwayatkan Ibrahim bin Adam pernah menjumpai seseorang pria yang tengah bermuram durja. Lalu ia menegur pria itu, “Apa yang membuat engkau bersedih?” pria itu diam saja. Lalu Ibrahim membaernikan diri mengajukan pertanyaan berikutnya, “Aku akan bertanya kepadamu tiga urusan dan aku berharap engkau akan menjawab pertanyaanku ini, apa semua benda di dunia ini akan bergerak apabila Allah SWT tidak menginginkannya? Apakah rezeki yang ditakdirkan Allah SWT bagimu akan berkurang? Dan apakah ajalmu yang telah Allah tuliskan bias berubah maju atau mundur beberapa saat?”

Mendengar pertanyaan itu, pria itu pun akhirnya mejawab singkat, “Tidak.”

Ibrahim pun menegaskan, “Jadi atas dasar apa kesedihan dan kegelisahan yang tergambar jelas di wajahmu itu? Kalau rezeki, usia, dan kematian telah ditentukan oleh Allah SWT, lantas atas dasar apa kita bersedih? Tidak ada alasan bagi kita untuk bersedih atas musibah yang menimpa. Sebab setiap musibah merupakan mutiara yang mengandung sejuta hikmah bagi orang yang beriman.”

Seorang mukmin menghadapi musibah dengan bersabar dan berbaik sangka kepada Allah SWT. Ia tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah SWT. Ia tidak hanyut dalam kesedihan ketika mendapat musibah, dan tidak hanyut dalam kegembiraan ketika mendapat kenikmatan.

Allah SWT berfirman:

“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut dari sisinya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya ia akan berkata ‘Telah hilang bencana-bencana itu dari sisiku’. Sesungguhnya ia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar terhadap bencana dan mengerjakan amal-amal soleh, mereka itu memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Hud: 9-11)

Coba lihatlah kapal layar di lautan. Bukankah kapal itu membutuhkan angina untuk berlayar? Semakin kencang angina bertipu semakin berkembang layarnya dan semakin cepat pula kapal melaju. Seperti itulah perumapamaan musibah bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. [ds/islampos]

Sumber: 99 Nasihat Penyelamat hidup/Penulis: Abu Jamal Ba’adilah/Penerbit: Khatulistiwa

0 Response to "“Lantas atas Dasar Apa Kita Bersedih?”"

Post a Comment